July 12, 2010

Kuliah Wisata Hati Online - Tauhid 14 - Bicara Tauhid Bicara Keyakinan

Bicara Tauhid, Bicara Keyakinan

Bahagia bener saya pagi ini. Hampir jam 01 saya bangun dari tidur yang terasa sudah terlalu lama. Ugh, padahal saya lihat jam, saya trnyata baru tidur jam 11 malam tadi.

Saya bahagia sebab saya pulang jam 00 lewat dalam keadaan saya sehat. Saya masuk ke kamar saya, istri saya tertidur dengan pulasnya. Dan di sebelahnya tertidur jagoan kecil kami, Muhammad Yusuf al Haafidz, juga dalam keadaan yang sehat. Saya kontrol kamar Wirda, Qumii dan Abang Kun. Semuanya tertidur pulas. Ada ketenangan di wajah-wajah mereka. Saya cium Wirda dan saya mendoakan anak-anak saya. Tidak lupa juga saya doakan para santri.

Saya bahagia, sebab jam 10.30 malam sebelumnya saya ketemu dengan Haji Amril dan Ibu Amril. Dua donatur pondok yang sudah menganggap kami sebagai keluarga mereka dan mereka juga sebagai keluarga kami. Dari awal kami membangun Bulak dan hingga ke Sekolah Internasional ini, beliau berdua dan keluarganya menemani kami. Saya makan roti cane plus kare. Duh, nikmatnya diberi kesehatan.

Saya bahagia, bahwa jam 21 sebelumnya saya berangkat ke Ustadz Abu Sangkan, pimpinan Shalat Center yang menggerakkan Indonesia untuk shalat khusyu’. Ustadz fenomenal ini salah satu inspirasi saya. Saya bahagia saya didoakan di tengah-tengah ribuan jamaahnya yang saat itu hadir di Shalat Center di Jati Makmur, Pondok Gede. Di sana, ada satu jamaah yang juga sudah seperti keluarga bagi saya pribadi, Haji Syamsul Ma’arif Surabaya. Dan dari beliaulah menjadi wasilah saya ketemu dengan Ustadz Abu Sangkan. Say didoakan Ustadz Abu Sangkan agar lidah saya, hati saya, pikiran saya, gerakan saya, menjadi atas nama Allah. Dan cukup panjang bagi saya Ustadz Abu Sangkan mendoakan saya, hingga saya hampir meneteskan air mata. Ya, saya rasa, beginilah ketika tamu-tamu saya datang ke pesantren, selalu saya bacakan doa di tengah-tengah santri. Barangkali inilah salah satu balasan Allah untuk saya dan keluarga saya. Alhamdulillah. Saya pun bahagia, begitu mau pulang saya dihadiahinya buku “Spiritual Salah Kaprah”. Alhamdulillah.

Saya bahagia, jam 17.00 nya kurang lebih, saya sampai di kediaman Haji Ramos, orang tua dari Fadhil santri kami. Meskipun jaraknya terasa jauh, Ketapang-Cilegon, namun ditempuh “hanya” satu jam dari pondok. Dan saya manfaatkan untuk istirahat. Saya jalan jam 16, setelah sebelumnya menyempatkan berjamaah dengan indah bersama satu dua guru yang tersisa di pondok dan para tukang. Diimami oleh mertua saya. Alhamdulillah.

Saya tiba, anak-anak santri yang saat itu berjadwal buka puasa dan tarawih bareng di kediaman Haji Ramos tampak bahagia sekali. Ternyata memang para santri benar bahagia. Senang. Sebab kediaman Haji Ramos ini unique. Ada kolam renang yang terkoneksi dengan sekian rumah yang melingkar di Cilegon Residence, di bahagian tengahnya. Dan kolam renang itu seperti di tempat pelesir. Para santri senang, saya tambah senang lagi melihatnya.

Saya bercanda dengan Fadhil dan beberapa santri kawan Fadhil, “Jangan kebetahan ya, nanti lupa balik ke pesantren, he he he”.

Saya bahagia, sebab jam 17.15 nya saya bercengkerama dengan beberapa wali santri yang lain yang ternyata turut diundang di acara tersebut, sehingga menjadi hadiah yang tidak terkatakan buat saya besarnya. Kesempatan berdialog dengan wali santri adalah sesuatu yang mahal buat saya. Bisa berbagi, bisa share, bisa satu rasa.

Saya bahagia, di antara percakapan kami adalah tentang Baitullah. Tentang rumah Allah.

Fabi-ayyi aalaa-i robbikumaa tukadzdzibaan, nikmat mana lagi yang engkau dustakan? Tanya Allah kepada kita semua.

Saya bahagia menjadi bahagian dari dakwah ini. Mudah-mudahan saya bisa menemani perjalanan Saudara semua sambil turut pula belajar.
***

Sebenarnya banyak lagi kebahagiaan saya yang rasanya kalau saya tulis terus, saya tidak akan bisa istirahat sampe shubuh, he he he. Nanti saya pecah-pecah deh tulisan ini terus, hingga saya juga kepengen bercerita tentang perjalanan religi ke Baitullah, bersama rombongan besar para santri dan keluarganya, sekeluarga, ibadah umrah bareng, mengisi liburan Juli 2009, tahun depan.

Di kediaman Haji Ramos dan di hadapan para wali santri dan santri, saya mengajak semua menabung sedekah untuk umrah. Saya tanya Haji Ramos, berapa orang anaknya? Beliau menjawab tiga. Berarti lima, kata saya. Lima dikali lima belas juta, sama dengan tujuh puluh lima juta.

Besar ga biaya umrah berlima? Kalau tujuh puluh lima juta rupiah? Dijawab, besar. Dan memang besar. Tapi saya katakan, “Bagaimana kalau saya katakan kepada Saudara semua, bahwa untuk berangkat berlima, Umrah Juli 2009, hanya perlu dana 7,5jt saja. Ga kudu 75jt”.

Saya melihat para jamaah dah kaget dengan kalimat saya. Ya, sebab mereka keluarga besar Daarul Qur’an, sudah terbiasa dengan “hitung-hitungan” sedekah. Disebut hanya perlu 7,5jt, adalah perkalian 10% dari 75jt. Di mana 7,5jt itu dikeluarkan sebagai sedekah kita jika kita ingin pergi umrah berlima (asumsi pergi umrah plus oleh-oleh, sebesar Rp. 15jt/orang).

Bahkan, karena sekarang masih bulan September, sedang umrahnya baru Juli tahun depan, ada 9 bulan kesempatan kita untuk “menabung” untuk “sedekah”. Berapa? Per bulan “hanya” 800rb saja. Jika konsisten menabung dengan hanya 800rb per bulan, maka pada bulan Juni tahun depan, sudah akan ada rizki khusus umrah sebesar 75jt. Insya Allah.

Kalau mau cepat, misalkan ada dana tabungan sebesar 7,5jt, ya bayarkan saja sekarang ini. Panjer duluan. Bilang sama Allah, ya Allah aku sedekahkan 7,5jt ini karena-Mu ya Allah, tapi izinkan berangkatkan saya dan seluruh keluarga saya ke tanah suci, dengan kemudahan biaya dari-Mu. Gitu doanya. Insya Allah pasti berangkat dah.

Kalau mau ringan, jual-jualin beberapa barang di rumah andai tidak ada uang 7,5jt sekaligus. Misalkan emas, atau apa. Sisanya baru dicicil. Ibarat kredit 7,5jt, DP-in aja berapa. Misalnya 4jt, hasil dari kumpulan tabungan dan jual-jual barang. Maka sisanya 3,5jt lagi. 3,5jt lagi ini dicicil dah selama 9 bulan. Cicilan sedekah. Jumlah angsurannya akan mengecil. “Hanya lebih kurang 375rb saja.

Kalau ga mau bayar yang 3,5jt nya lagi, alias dicukupkan dengan sedekah yang 4jt tadi, cukup dibantu dengan merajinkan dhuha dan minta sama Allah, insya Allah juga berangkat.

Jika bener-bener tidak punya apa-apa, pun Allah masih menyediakan cara yang lain. Yakni pasang niat untuk bersedekah 7,5jt andai Allah beri rizki. Artinya, kita minta diingatkan oleh Allah, andai ada rizki 7,5jt, maka itu adalah udah diniatkan untuk sedekah. Kemudian tambah dengan doa dan ibadah yang benar. Insya Allah berangkat juga.

Ini adalah juga bahagian dari implementasi tauhid. Bicara tauhid, bicara keyakinan. Wong sekedar percaya bahwa Allah akan memberangkatkan umrah di Juli 2009, maka sungguh akan benar-benar berangkat. Allah tidak perlu dengan segala rupa ikhtiar kita. Bagi-Nya, ikhtiar kita hanyalah adab saja, ibadah saja, dari kita untuk-Nya. Tidak berpengaruh andai keputusan-Nya sudah diturunkan untuk kita berangkat.

Loh, katanya mau istirahat ya? Iya, udah jam 02.04. Lama ya? Ya, sebab sekalian bantubantu istri yang menyusui dede bayi. Saya sempetin mijit kakinya istri dulu, dan menyelimutkan kakinya yang katanya berasa dingin. Yah, alhamdulillah, ini pun menambah kebahagiaan tersendiri. Ok, habis ini mau shalat, nyahur, lalu istirahat. Supaya bisa ngimamin di pondok. Alhamdulillah, shubuh ini sudah masuk juz ke-8.
Sebelum sahur dan istirahat, saya sertakan 3 esai Kuliah Tauhid. judulnya:
# Menjawab Panggilan # Budek ya? Dan # Tidak Bergegas.
3 Esai ini saya sertakan sebagai lanjutan esai sebelumnya.
Selamat mengikuti.
***

Jawab Panggilan

Apakah kita termasuk yang dipanggil-Nya?
Apakah kita tahu bahwa kita termasuk yang dipanggil-Nya?
Apakah kita termasuk yang memenuhi panggilan-Nya?
coba marilah kita jawab bersama,
dengan jawaban yang jujur.

Ketika diabsen sama guru, satu demi satu anak menjawab: Hadir pak!

Sesungguhnya, ketika azan memanggil, bolehlah kita sebut “Allah sedang mengabsen kita”. Banyak di antara kita yang tidak bisa menjawab panggilan azan, bukan karena dia tidak mendengar. Tapi lebih dikarenakan dia tidak di dalam masjid/mushalla/tempat shalat.

Ibarat anak yang sedang diabsen gurunya, meski namanya sama, dan dia dengar dari luar kelas, tentu dia tidak akan menyahut. Sebab dia tidak berada di kelas itu. Kiranya, demikianlah juga adanya analogi azan dan jawaban azan.

Indah betul rasanya bila kemudian kita bisa menjawab: Allahu akbar, Allahu akbar. Yang begini ini sebab muadzdzin mengucapkan kalimat Allahu akbar, Allahu akbar. Kecuali hanya ‘alashsholaah dan hayya ‘alal falaah, jawaban yang lain, sama dengan kalimatnya muadzdzin.

Bayangkan Allah sedang mengabsen saudara, lalu saudara mengacungkan tangan: “Saya sudah di sini ya Allah…”. Subhaanallaah.

Dan sekarang bayangkan juga betapa sedihnya hati kita bila kemudian Allah mengabsen, tapi kita masih di pasar, masih meeting, masih makan minum, masih di kantor, masih di perjalanan. Rugi betul kita ini.
***

Budek Ya…

Bila kita punya anak, maka kita sungguh akan senang bila kita memanggil anak kita dan anak kita menjawab panggilan kita. Dan sebaliknya, kita akan sebal manakala kita tahu anak kita mendengar panggilan kita, namun ia tidak menjawab panggilan kita.

Sebagai orang tua, hal yang biasa bila kita memanggil anak kita. Dan sebagai orang tua, adakalanya kita memanggil anak, lalu anak segera bergegas menuju kita, dan adakalanya dia lebih peduli dengan kegiatannya.

Pada saat anak kita menjawab panggilan kita, kita senang. Dan bila anak kita tidak menjawab panggilan kita, kita kemudian menjadi tidak senang.

Ada juga anak yang menjawab tapi seperti tidak menjawab. Misalkan anak kita sedang main gitar di depan rumah, atau sedang menggambar. Kita panggil, dia nyahut. Tapi kita tunggu beberapa lama, dia yang sudah nyahut, tapi tidak kunjung datang. Sebab sibuk dengan gitar atau asyik dengan menggambarnya.

Kita panggil lagi. Lalu dia tidak nyahut lagi. Akhirnya kita samperin. Begitu kita samperin, barulah kemudian anak kita berdiri dan meninggalkan kegiatannya.

Begitulah kita terhadap Allah.

Ada juga bahkan anak yang tidak sedikit kesal karena dipanggil sama kita orang tuanya. Panggilan kita dianggap mengganggu mainnya, mengganggu aktifitasnya.

Masya Allah, kita pun kadang suka begini. Lihat saja, sebagian kita malah berkata begini: “Ya Allah, udah ashar lagi aja…”.

Terhadap anak yang tidak mendengar panggilan kita, kita lalu berkata begini ke anak kita: “Budek ya…”.

Jika demikian, apa kira-kira perkataan Allah kepada kita, ketika dipanggil oleh-Nya lalu kita tidak bergegas memenuhi seruan-Nya?
***

Tidak Bergegas…

Jika kita memanggil anak kita, kita akan bertambah senang bila anak kita bukan sekedar menjawab panggilan kita, tapi bergegas memenuhi panggilan kita.

Kelakuan manusia sekitar kita, adalah kelakuan kita. Tidak jarang kita dimudahkan Allah untuk berkaca tentang kelakuan kita dari melihat kelakuan orang lain. Khusus perihal shalat, kita sering melihat, langkah kita adalah seperti bukan langkah yang mengenal Allah. Sudah mah tidak bergegas, kelakuan kita pun ampuuuunnn dah. Tidak mencerminkan sedang ditunggu Allah. Seakan-akan benar-benar kita tidak tahu siapa yang sedang menunggu kita. Astaghfirullah. Saya menulis ini pun sesungguhnya adalah juga termasuk yang disebut ini.

Lihat saja kelakuan kita. Di pinggir masjid, di teras, kita masih “tega” merokok dulu, menghabiskan batang rokok yang masih tanggung kita hisap belum habis. Ada lagi orang yang jalan menuju Allah sambil ngobrol cekikikan, dan jalan dengan teramat slow. Ada lagi yang sudah komat, masih terima sms dan mengirim sms ke sana kemari. Ada yang kemudian sampe mengganggu jamaah yang laen sebab lupa dimatiin suara HP nya. Ada lagi yang kemudian tidak merapihkan pergelangan lengan bajunya. Ada yang mengendorkan dasinya. Ada yang mengeluarkan bajunya padahal sudah rapih sebelum masuk masjid. Dia jadi celaka, sebab dia buang air kecil sebelum wudhu. Itulah sebab ia tidak merapihkan lagi pakaiannya.

Coba, kalau sudah siap sebelum azan. Misalkan sepuluh menit sebelumnya, dua puluh sebelumnya, kan kejadian-kejadian seperti tadi tidak akan ada.

Ada yang berkata, saya ga begitu dah ustadz. Kalo ga begitu, bagus. Tapi kalo iya, mbok ya mikir. Ketika kita menghadap pimpinan, coba-coba dah sambil smsan, kalo ga ditegur kita ini? Kalau sedang rapat sama pimpinan proyek, sama klien, kita bisa konsentrasi dengan hebat, dan mendengarkan dengan seksama. Ini, ketika makmum, nguap, nguap aja. Tanda kantuk yang tidak ditahan. Subhaanallaah!

Yusuf Mansur