August 28, 2009

Kuliah Wisata Hati Online - Tauhid 12 - Dapat Apa Dari Dunia…?

Daarul Qur’an Method

Kita sering habis-habisan berbuat untuk sesuatu yang justru akan kita tinggal.
Sedang untuk sesuatu yang bakal abadi, sering kita tidak sungguh-sungguh.


Sore tadi saya berbincang-bincang sebelum ashar dengan X, wali murid dari santri kami yang bernama Ayu. Alhamdulillah, selama Ramadhan ini, Pesantren punya kegiatan buka puasa dan tarawih keliling ke wali-wali santri. Mereka senang-senang. Sudah mah bias melihat anaknya pulang, mereka bisa kedatangan kawan-kawan dari anak-anaknya dan para dewan guru pesantren. Tambah senang lagi mereka bahwa saya menyatakan saya pun bisa mendampingi. Dan kegiatan tarawih 1 juz 1 malam tetap bisa berlangsung. Yakni di kediaman tuan rumah, atau di mushalla/masjid di sana, yang bisa mengikuti tarawih 1 juzan ini (tidak semua mushalla berkenan, mengingat stamina jamaahnya yang belum tentu sanggup mengikuti tarawih begini).

Nah, Pak X ini rupanya juga peserta KuliahOnline Wisatahati. Saya senang sekali. Ini kan sama juga dengan saya mengisi ruh, hati dan pikiran para wali santri. Saya baru sadar, oh iya ya, kenapa saya tidak wajibkan saja para wali santri mengikuti KuliahOnline ini. Insya Allah kalo visi misi nya sudah sama, hatinya juga sama-sama tesambung ke Allah, maka ini akan mempermudah perjalanan menuju perubahan yang dikehendaki. Perubahan bermodalkan ridha Allah.

Pak X ini bertanya kepada saya, kapan ustadz ada waktunya? Saya bilang, insya Allah saya sempatkan. Hari ini saya terlambat mengupload sebab alhamdulillah saya dikasih “ga enak badan”. Saya masih harus ikut memimpin tarawih 1 juzan, dan kemudian saya diamanahkan Allah beberapa kegiatan. Tumbang juga. Saya pikir, besok saja (tadi pagi maksudnya), habis shubuh, habis siaran langsung di TPI jam 05.00-05.30. eh, malah tumbang beneran. Istirahat, bangun-bangun jam 11! Alhamdulillahnya udah sempet dhuha waktu menginspeksi anak-anak santri di Pesantren. Masya Allah, maafkan saya ya.

Pak X ini juga bertanya tentang materi, beliau bilang, statement Ustadz menarik juga tuh. Saya tanya, statement yang mana? Kalimat yang mana? Itu, ketika Ustadz bilang, bahwa materi besok (hari ini), adalah bagaimana kita meninggalkan dunia, tapi tetap mendapatkannya?! Bagaimana tuh caranya?

Begini, sebentar lagi ashar kan? Kata saya. Nah, ketika azan ashar, atau malah di pesantren mah sebelum ashar, kita sudah harus meninggalkan dunia kita. Untuk menuju Allah. Itulah yang dimaksud belajar meninggalkan dunia sekaligus mendapatkannya. Tidak sungguh-sungguh meninggalkan dunia, hanya harus tahu kapan kita bekerja, kapan kita beribadah kepada Allah. Sampe sini, ada yang mengatakan, kan kerja juga ibadah? Iya, betul. Bagus malah. Tapi jangan sampe meninggalkan dan melalaikan ibadah mahdhoh (wajib) nya.

Saya menceritakan kepada beliau, bahwa saya punya kawan yang buka toko sepatu. Satu hari ia berkhidmat kepada agama. Dia memilih khuruj (keluar 3 hari sampe 40 hari) ala jamaah tabligh. Tokonya ia atur sebaik-baiknya sebelum ia meninggalkannya. Ia aturkan karyawan-karyawannya, ia amanahkan sebaik-baiknya tokonya ini kepada anak buah dan saudaranya. Dia mengaku, toko sepatunya malah mendapatkan hasil lebih.

Ada seseorang yang berkhidmat kepada seorang kyai. Ia bantu kyai ini, ia temani kyai ini keliling daerah. Sementara ia punya usaha pabrikan rumahan pembuat mesin pengering nangka dan pisang. Biasanya dia hanya mampu menjualkan 1-2 mesin saja per bulan. Ini dia mengaku dia bisa menghasilkan sampai 5 mesin, per bulan!

Seorang anak muda datang bersama istri dan keluarganya. Minta nasihat agar dikuatkan mentalnya untuk jadi ustadz di pedalaman. Tapi keluarganya bingung. Ia selama ini kerja di pabrik. Gajinya 800rb, masih ada bonus-bonus dan tunjangan ini itu. Tapi itu pun seringnya nombok, dan punya hutang. Panggilan hatinya kuat sekali untuk berdakwah. Karenanya ia pamit untuk kemudian menjadi dai pedalaman. Niatan ini lumayan disetujui, sekaligus jadi beban pemikiran istri dan orang tuanya. Bergaji saja engga bisa hidup pas-pasan (nombok), apalagi kalo sampe ga punya gaji sama sekali. Saya perkuat hatinya, bahwa kalau memang sudah bulat, syaratnya jangan mengeluh. Insya Allah, Allah akan mengaruniakan sesuatu yang lebih. Dan benar saja. Satu tahun kemudian ia bercerita, hidupnya lebih punya sekarang ini. Bulan pertama saja, gaji sebesar 50rb per bulan dari lembaga dakwah yang menaungi perjalanannya ini malahan utuh. Apa sebab? Allah menanggung hidupnya. Orang-orang kampung yang diajarnya digerakkan Allah untuk memberikan sebagian hasil panen penduduk kepada dia. Malah katanya lebih hingga bisa dijual untuk bisa membelikan sesuatu buat istri, anak dan orang tuanya. Masya Allah kan?

Seorang pemasar di bidang konstruksi, mencoba untuk hidup mementingkan Allah. Ia lalu menjadi memegang prinsip bahwa Allah itu segala-galanya. Rapat-rapat ia beritahu bahwa ia harus break 10 menit sebelum azan, dan klien-kliennya malah disuruh nunggu! Katanya, kalau berkenan menunggu, saya senang sekali. Tapi kalau ga berkenan menunggu, ya baiknya kita re-schedule jadwal yang nabrak waktu shalat, untuk dipilih yang tidak nabrak waktu shalat. Katanya, pernah kejadian, ada satu klien, yang direksinya itu “bule”. Si bule ini mempersilahkan dia mem-break, sebab ga mungkin di-re-schedule. Lalu apa yang terjadi? Meeting dicukupkan sampe waktu break saja. Batalkah? Tidak. Pemasar konstruksi ini bercerita, bahwa tuh bule merasa ga usah lagi harus diperpanjang masa diskusinya. Mengapa? Katanya, bule kini percaya sama dirinya. Dia sudah perhatian sama Tuhannya, pasti dia orang jujur, begitu kata bule ini meyakinkan. Dan bule ini masih menambahkan, bahwa dia disiplin dengan waktu audiensi bersama Tuhannya, pasti pekerjaan-pekerjaan yang dipercayakan kepadanya pun akan juga disiplin.

Seorang pengusaha makanan, mengubah kebiasaan (culture) perusahaannya. Biasanya ia ajarkan agar karyawannya sigap-sigap mencari dan melayani pelanggannya. Tapi apa yang terjadi? Setelah ia berkenalan dengan ilmu tauhid, ia berkeinginan mempraktekkan ketauhidannya ini di lingkup usahanya. Saya menyebutnya DAARUL QUR’AN METHOD. Dan inilah DAARUL QUR’AN METHOD. Apa yang diterapkan oleh si pengusaha yang diceritakan ini adalah metodenya Daarul Qur’an.

Eh, sudah azan maghrib. Saya buka puasa dulu ya. Ntar malem ba’da tarawih saya lanjutkan lagi.
***

Setelah buka puasa, shalat berjamaah, alhamdulillah saya lihat ada waktu sebelum isya-an dan tarawih. Baiklah, saya lanjutkan tanpa menunggu tarawih. Supaya bisa diupload malam ini juga dan dibaca. Besok, sudah materi baru.

Lanjut ya? Pengusaha makanan ini malah meminta karyawan-karyawannya menunda buka toko sekitar 20 menit dari jadual. Sementara jam masuknya, tetap. Untuk apa? Rupanya ia meminta karyawan-karyawatinya shalat dhuha dulu dan membaca al Qur’an 1-5 ayat! Dan ini ia wajibkan. Tanpa kecuali yang haidh. Lah, kan ga bisa shalat dan ngaji yang haidh? Ya, kata dia, tetap harus ada di tengah-tengah barisan yang mengingat Allah! Dia mau belajar dari kesalahannya selama ini, bahwa Pemilik Rizki selama ini ia abaikan. Dan ia dititipkan karyawan, kenapa juga ga dibawa ke Allah. Mumpung pasti didengar seruannya. Masya Allah. Pas zuhur, ia suruh bergantian melayani pelanggannya. Harus lebih banyak yang ke mushalla malahan. Ia beritahu pelanggannya bahwa yang muslim, bisa shalat zuhur dulu sambil menunggu makanan datang. Alhamdulillah.

Saya juga pengen tuh ngembangin usaha yang absen pertamanya adalah dhuha dan baca al Qur’an. Syukur-syukur bisa setoran hafalan al Qur’an. Kalau perlu, tamu-tamu yang datang harus ditanya sama sekuriti pintu gerbang pabrik/kantor, “Sudah shalat dhuha belum?”, bukan “Mau ketemu siapa?”. Sebelum azan, terdengar alunan suara merdu ajakan shalat, dan menjelang pulang, diperdengarkan bacaan-bacaan al Qur’an. Ah, indahnya.

Nah, di pesantren, yang kayak gini-gini, diberlakukan. Diusahakan diberlakukan. Saya sampe merapat ke pesantren, ngontrak/nyewa rumah di depan pesantren, agar bisa ngontrol yang begini gini. Biarlah santri-santri tidak menjadi santri yang pintar, asal ia bisa shalat tepat waktu, rajin shalat-shalat sunnah, ringan bangun malam dan puasa-puasa sunnah, senang berdoa dan mendoakan. Tentu saja, bukan pesantren namanya kalau santri-santrinya tidak pintar. Ucapan ini hanya untuk menunjukkan betapa kesalehan dan tahu Allah itu lebih penting dari segalanya.

Daarul Qur’an Method ini sudah mulai diadopsi oleh banyak perusahaan. Laporan satu demi satu berdatangan tentang perubahan. Terutama ketenangan, dan cara pandang terhadap dunia yang tidak lagi segalanya. Melainkan Allah lah yang segalanya. Alhamdulillah, subhaanallaah. ***

Dapat Apa Dari Dunia…?

Dunia harus dikejar. Karena di sini kita hidup. Namun akhirat juga harus diperhatikan. Sebab di sanalah tempat kita kembali. Inilah doa dan ajaran keseimbangan hidup yang diajarkan Rasulullah.

Peserta KuliahOnline yang saya sayangi. Tulisan berikut ini, tentang “dunia”, sesungguhnya sudah saya siapkan dari jauh-jauh hari sebelum Kuliah Tauhid ini dirilis. Bareng dengan saya mempersiapkan ragam tulisan materi kuliah yang lain. Jadi, alhamdulillah. Ga kesulitan. Saya tinggal memeriksa ulang saja, dan menemplatenya.

Di usia saya yang kata orang masih muda ini, saya sering berpikir. Dikasih apa kita ini sama dunia? Belum meninggal aja, kita ini ga dikasih apa-apa. Punya mobil lebih dari satu, yang dipake tetep satu. Bener sih istri make mobil, anak-anak make mobil. Tapi kita kehilangan mereka nantinya. Mereka pun sering kehilangan kita. Coba aja baca bait-bait tulisan di dalam buku ini. Ada tulisan saya yang berjudul: punya suami kayak ga punya suami. Punya istri kayak ga punya istri. Punya anak kayak ga punya anak. Punya orang tua, kayak ga punya orang tua. Punya tetangga, kayak ga punya tetangga. Punya saudara kayak ga punya saudara. Punya kawan, kayak ga punya kawan. Akhir-akhirnya, punya agama, kayak ga punya agama.

Ada bintang-bintang yang begitu populer, lalu tenggelam berakhir masa kepopulerannya. Dunia tetap berputar, tapi kehidupannya banyak yang mati lampu. Populer sudah tidak. Merasa populer, masih. Mati, ada yang meninggalkan hutang. Ada yang begini ada yang begitu.

Sementara, tidak sedikit orang-orang kaya yang tidak bisa menikmati kekayaannya. Kekayaan yang dinikmati adalah yang di atas kertas. Bukan kekayaan yang sesungguhnya. Makan, tidak bersama keluarga. Dia di mana, keluarga di mana. Tidur tidak bersama keluarga. Dia di mana, keluarga di mana. Sibuk dengan urusannya. Kaya iya, tapi kualitas hidupnya? Layak dipertanyakan kalau ia menyempatkan diri merenung. Begitu gagahnya, dunia malah menjadikannya duduk di kursi pesakitan, disorot layar kaca duduk di kursi tersangka. Tidak sedikit juga pengusaha yang susah payah membangun rumah super mewahnya, tapi ia betul-betul sudah tinggal di penjara. Sungguhpun penjara ia bisa sulap menjadi ruangan super mewah, ya tetap saja penjara namanya. Rumah yang luar biasa ia bangun pun kalo ditanya dibangun untuk siapa? Ia kelak tidak mengerti juga jawabannya. Kalo dijawab buat anak-anaknya, nyatanya anak-anaknya studi di luar kota dan di luar negeri. Kalo dijawab untuk orang tuanya, nyatanya orang tuanya di kampung sana. Orang tuanya juga merasa percuma kalo maen ke rumah tersebut, sebab memang tidak ada siapa-siapa.

Di banyak blok perumahan mewah, justru banyak yang tidak berpenghuni. Ada yang berpenghuni, namun bukan penghuni asli. Melainkan hanya penyewa, atau bahkan pembantu. Sudah mah nempatin gratis, dikasih duit pula tuh pembantu dan ditanggung semua hajat dan keperluannya. Termasuk urusan-urusan air, listrik, dan kebersihan serta keamanan.

Adduh, mata saya ini koq ya merasa “bukan itu yang harus kita cari”. Itulah barangkali yang disebut dengan kesenangan yang menipu. Apanya yang senang? Cuma perasaannya saja. Atau cuma katanya saja.

Ada kawan yang membangun hotel, dan ia sekalian tinggal di situ. Tahukah saudara, di kamar mana ia tinggal? Di kamar yang biasa saja. Bahkan cenderung di kamar yang paling jelek. Sebab kamar-kamarnya disewain semua. Lihat, dunia bahkan mengambil semuanya. Kalo kamar yang itupun ada yang sewa, ia memilih tinggal di rumah di belakang hotel yang ia sewa dari penduduk dengan bayar tahunan! Ini kan gendeng.

Tapi, kalo kekayaan itu ada di tangan orang soleh, subhaanallaah, manfaat. Rumah mewah banyak dibangun oleh dia supaya duitnya berputar. Ia sewakan untuk orang-orang asing. Setelah berputar, hasilnya ia bikin untuk lebih menggerakkan ekonomi syariah di kampungnya. Subhaanallaah. Mobil dia beliin yang banyak, buat kemudian diberdayakan uangnya. Dapet uang, kemudian belanjakan dah buat orang susah. Punya uang, beli-beliin dah perusahaan-perusahaan sakit. Kemudian sehatin. Habis itu jual. Hasil penjualannya untuk membantu pesantren-pesantren dah. Mantab.

Saya barangkali terlalu sentimentil ya? Tapi baiklah, saya turunin sedikit tempo nya. Coba aja lihat 2 tulisan berikut ini... ***

Karyawan

Masih seputar dapet apa dari dunia? Jika kita memburu hanya dunia, maka sungguh, kita tidak akan dapat apa2. Makanya Allah dan Rasul-Nya mengajarkan, jangan hanya mengejar dunia. Kejar juga akhirat, dengan memperhatikan amal saleh yang menjadi bekal menghadap Allah. Banyak-banyak berbuat kebaikan. Dan utamanya, perbaiki cara kita beribadah. Jangan sampai mencintai Allah hanya di mulut saja. Sesungguhnya kita tidak mencintai Allah melainkan mencintai dunia.

Ada seorang karyawan yang kalo saya tanya, dapat apa situ dari dunia? Gaji situ buat apa? Wong buat kebutuhan situ aja kurang? Lalu ia jawablah pake kata hatinya. Kata yang paling jujur yang pernah ia dengar. Dan itulah jawabannya sendiri. Bukan jawaban orang lain. Apa katanya? Iya juga. Saya tidak mendapatkan apa-apa. Saya berjuang untuk rumah yang sesungguhnya saya tidak tahu apakah kalau saya meninggal nanti rumah ini udah lunas atau belum. KPR nya, 15 tahun. Sekarang baru jalan 8 tahun. Sedang kematian tidak ada yang tahu.

Mobil yang saya dapatkan pun, kredit. Motor juga begitu. Barang-barang di rumah ini, rata-rata kredit. Ada yang kredit memang barangnya, ada yang dari kartu kredit. Begitu katanya.

Dapat apa dia? Semula ia berpikir ia sudah mencapai banyak hal. Ternyata tidak. Coba aja kalau dia sakit agak panjang. Sebut saja, sakit 4-5 bulan. Lalu ia di-PHK. Maka kemudian seluruh rencana keuangan, berantakan. Rumah, tidak lagi terbayar, lalu disita. Mobil dan motor lalu ditarik leasing. Lalu dia? Dapat apa? Ga dapat apa-apa. Rupanya selama ini ia hidup untuk bank di mana ia kredit rumah. Ia hidup untuk bayar kartu kredit yang ga lunas-lunas. Ia hidup untuk bayar leasing yang membengkakkan harga motor dan mobilnya sekian kali lipat. Banyak kemudian karyawan-karyawan yang terjebak oleh hutang yang tidak terbayar dan akhirnya bener-bener ga punya apa-apa.

Di situ kemudian menjadi peluang dunia industri asuransi. Ada asuransi ini ada asuransi itu. Ok, fine, ikut aja, untuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan. Namun, jangan lupakan asuransi akhirat dengan shalat dan sedekah. Dunia, bakal hilang. Tapi Allah dan seluruh amal kita, ga bakal hilang.

Tidak sedikit dari mereka yang kemudian setelah semua aset yang dibelinya dengan acar berhutang, lunas, harus dijual kembali dengan harga murah. Sebab ternyata satu dua hal yang tidak terprediksi sebelumnya. Misal, adiknya masuk penjara sebab satu hutang. Itu kan bukan sebab dia. Sebab adiknya. Tapi orang tuanya mohon-mohon agar ia jual rumahnya untuk membantu adiknya. Orang tuanya lalu bilang, tinggallah dulu di rumahnya beliau. Manalah kita tega. Kita juallah rumah kita, dan kemudian kita mengontrak, hanya agar jangan satu atap dengan orang tua. Lihat, gila kan? Cape-cape kita kemudian bayar angsuran rumah, akhirnya ngontrak-ngontrak juga.

Ya begitu dah dunia.

Ada yang bilang,

(+) Hei, kenapa engkau wahai ustadz menyalahkan dia? Bukankah dia membantu orang tua dan adiknya?

(-) Kelihatannya sih begitu.

(+) Koq kelihatannya?

(-) Ya, emang.

(+) Emang pegimana?

(-) Begini. Kalau ketika dia bekerja, dia ga lupa sama Allah, itu namanya ujian dari Allah. Dan insya Allah itu adalah kebaikan dari Allah. Tapi kalau selama dia kerja, dia tidak ingat sama Allah, maka sesungguhnya Allah mengazabnya. Allah tungguin apa yang dia kumpulin itu benar-benar lunas, lalu Allah ambil serta merta dengan cara-cara yang tidak pernah ia duga sebelumnya.

(+) Wah, kalo gitu jahat ya Allah?

(-) Ya, tidak. Mana lah jahat? Daripada diazabnya nanti di akhirat? Kan repot.

(+) Ukurannya apaan?

(-) Shalat ga dia? Kalau dia jawab: shalat, maka shalatnya seperti apa? Kalo shalatnya sering di akhir waktu, ya sama saja dengan tidak menghargai Allah. Kita kan disuruh syukur. Masa kemudian sama Allah malah mengurangi waktu. Sedang sama dunia, ditambah terus jam untuk mencarinya. Lihat lagi, sedekahnya gimana? Sebelum kerja, sedekah seribu, istilahnya. Kemudian, setelah kerja, masih seribu. Ini kan tidak bersyukur disebutnya.

(+) Oh, kalau begitu, termasuk firman-Nya ya: Bersyukurlah kamu, maka akan Aku tambah nikmat-Ku padamu. Tapi kalau kalian tidak bersyukur, maka sesungguhnya azab Allah teramat pedih.

(-) Nah, itu tahu.

Ya begitu tuh dunia. Dunia dipegang, dia berontak. Didekap, malah menendang. Diburu, malah maju memukul. Dilayani, malah memerintah. Dikejar, malah memerangkap. Dia menyerahkan dirinya, tapi dunia itu menipu. Sesunguhnya dia tidak pernah menyerahkan dirinya. Dunia hanya mempermainkan manusia. Makanya Allah menasihati untuk jangan tertipu urusan dunia. Banyak-banyak beramal saleh, sebab itu yang lebih kekal.

Masih kelihatan sentimentil ya?

“Nanti malah menghalangi orang mencari dunia loh.” begitu kata sebahagiannya yang lain.

Ah, biar saja. Mudah-mudahan ada yang terbuka mata hatinya. Bila selama ini hidup untuk dunia. Kini, hidupnya di dunia, tapi untuk Allah, Yang Punya Dunia. Ia jadikan dunia sebagai sarana ibadah kepada Pemilik Dunia.

Esai besok kita mulai menukik bicara tentang shalat dan kualitas shalat kita. Berturut-turut kita juga akan bicara tentang doa, hingga kemudian ke definisi-definisi tauhid berdasarkan kitab-kitab; al Qur’an dan al Hadits. Insya Allah.
Yusuf Mansur

February 12, 2009

Kuliah Wisata Hati Online - Tauhid 11 - Memberi Perintah Kepada Allah

Kunjungan Pondok

Peserta KuliahOnline yang dirahmati Allah, kita akan mulai belajar tentang mengenal Allah di dalam kehidupan yang nyata. Tidak ada pintu belajar mengenal Allah kecuali kita belajar tentang shalat dulu. Harusnya. Insya Allah kajian tentang shalat ada di Kuliah Dasar tersendiri. Namun di Kuliah Tauhid ini ditekankan pengenalan secara rasa, secara filosofi, secara psikologi, dan secara apa yang saya alami dan rasakan ketika saya berusaha mengenal Allah. Adalah kebohongan adanya buat saya yang mengaku mencari Allah, mengenal Allah, tapi kemudian shalat saya payah. Maka sedemikian kerasnya usaha saya untuk berusaha bisa shalat tepat waktu dulu. Baru kemudian saya mempelajari bahagian-bahagian shalat secara detail dengan memohon kepada Allah bimbingan-Nya. Apa yang saya rasa, saya dapat, saya share menjadi bahagian dari esai-esai Kuliah Tauhid. Selamat membayangkan kedekatan Saudara dengan Allah manakala Saudara sudah bisa melompat khawatir, bahwa Allah datang, sementara kita tidak berada di tempat. Apa maksudnya dari kalimat saya ini, silahkan renungkan tiga esai yang saya sertakan sebagai bahan kuliah hari ini.
Hari ini ada mulai banyak tamu yang datang berkunjung ke saya, mengikuti Program Kunjungan Pondok ke Pondok Daarul Qur’an, atau sekedar bertamu. Mudah-mudahan kedatangan para tamu membawa berkah tersendiri bagi pondok dan bagi para tetamu sendiri. Juga memberi maslahat bagi lingkungan. Amin.
Semalam, tgl 4 September, saya juga sudah pindah ke dalam lingkungan Pondok. Semoga bisa mendekatkan diri saya dan keluarga ke lingkungan pondok. Alhamdulillah saya bisa menyewa/mengontrak rumah Pak RW yang berlokasi persis di pintu masuk Sekolah Daarul Qur’an Internasional (Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an – Daarul Qur’an). Puji syukur kepada Allah. Para tetamu juga sudah disediakan ruang-ruang untuk menunggu, sambil menikmati sajian-sajian kegiatan pondok untuk diikuti. Seiring dengan perkembangan materi, mudah-mudahan banyak ragam kegiatan yang bisa diikuti sambil berkunjung ke pondok ini. Keberkahan mudah-mudahan mengiringi kita semua.
***

Memberi Perintah Kepada Allah


Tidak ada pekerjaan terpenting dalam kehidupan kita
kecuali menunggu datangnya shalat, dan menyegerakan shalat.


Dalam satu dialog ada yang bertanya kepada saya bahwa tanpa sadar kita sering memberi perintah kepada Allah. “Tahu ga Ustadz, perintah apa tuh kira-kira?”.
Saya memilih diam. Menikmati nasihat yang sedang datang ke saya. Sejak awal bicara, saya memilih belajar saja.
“Perintah yang dimaksud, perintah tunggu…” katanya melanjutkan.
Pembicaraan saat itu sedang membicarakan shalat tepat waktu. Saya langsung merespon membenarkan. “Iya juga. Perintah tunggu ya?”
Coba aja lihat, kata orang ini. Ketika Allah memanggil, lewat muadzdzin, kita masih asyik dengan dunia kita. Tidak sadar bahwa Allah sudah memanggil kita untuk sujud dan ruku’ menghadap-Nya. Sebagian lagi mendengar, tapi tidak bergerak. Sebagiannya malah tidak bisa lagi mendengar. Tertutup oleh kesibukannya bekerja, berusaha dan mencari dunia.
Bener. Rupanya kita ini memberi satu pengkodean terhadap Allah, di hampir di setiap 5 waktu shalat. Yaitu pengkodean perintah “TUNGGU”. Luar biasa.
Jadilah Allah “Menunggu” kita. Sungguh tidak ada pantas-pantasnya. Masa Allah disuruh menunggu kita, iya ga?
***
Perintah “Tunggu”

Tidak ada yang lebih penting di dunia ini yang harus kita kerjakan kecuali shalat.
Shalatlah pekerjaan utama kita, sedang yang lainnya adalah pekerjaan sambilan.


Apa yang terjadi dengan diri Anda ketika Anda mendengar Azan? Apakah langsung bergegas memenuhi panggilan azan tersebut, lalu melaksanakan shalat? Atau biasa-biasa saja? Kalau Anda tidak segera bergegas menyambut seruan itu, maka ketahuilah kita termasuk yang berkategori memberi perintah kepada Allah. Yaitu perintah “tunggu” tersebut.
Perintah “tunggu” kepada Allah ini berarti: # Tunggu ya, saya sedang melayani pelanggan. # Tunggu ya, saya sedang nyetir. # Tunggu ya, saya sedang menerima tamu. # Tunggu ya, saya sedang nemani klien. # Tunggu ya, saya sedang rapat. # Tunggu ya, saya sedang dagang nih. # Tunggu ya, saya sedang belanja. # Tunggu ya saya sedang belajar. # Tunggu ya saya sedang ngajar. # Tunggu ya saya sedang merokok. # Tunggu ya, saya sedang di tol. # Tunggu ya, saya sedang dalam terburu-buru. # Tunggu ya saya sedang tidur. # Tunggu ya, saya sedang bekerja. Dan seterusnya.
Coba aja berkaca kepada diri sendiri, dan kebiasaan ketika menghadapi waktu shalat. Perintah tunggu inilah yang kita berikan kepada Allah. Adzan berkumandang… Allahu akbar, Allahu akbar… Bukannya kita bergegas menyambut seruan itu, malah Allah kita suruh menunggu…
***
Siapa sih kita?

Sesiapa yang tidak mengusahakan shalat di awal waktu, sungguh dia adalah orang yang tidak mengenal Allah. Rizki-Nya lah yang selalu kita cari. Pertolongan-Nya lah yang sedang kita butuhkan. Dan Allah datang di setiap waktu shalat membawa apa yang kita butuhkan, memberi apa yang kita inginkan, di luar kebaikan-Nya yang bersifat sunnatullah.

Kita ini, manusia, makhluk ciptaan Allah. Diciptakan dari saripati tanah. Kita ada, lantaran ada hubungan yang diizinkan Allah dari hubungan laki-laki dan perempuan yang kemudian terjadilah kita. Ya, dari sperma, kita menjadi manusia. Makanya Allah menyindir di surah Yaasiin ayat ke-77, bagaimana mungkin manusia yang diciptakan dari saripati tanah lalu tiba-tiba menjadi pembangkang? Menjadi pendurhaka kepada Allah?
Tapi ya begitulah. Kita ini emang manusia yang ga tahu diuntung dan ga tahu diri. Kita ga kenal siapa kita. Lihat saja, berani-beraninya kita “memerintah” Allah untuk menunggu kita. Iya kan?
Sedangkan, saudara-saudaraku yang dirahmati Allah, seorang kopral, ga boleh dia memerintah sersan. Sersan, ga boleh memerintah kapten. Mayor, tidak bisa memerintah Jenderal, dan seterusnya. Hirarki itu, terjadi. Bahkan, seorang polisi yang berdiri di pinggir jalan, lalu lewat mobil jenderal, lalu dia tidak mengangkat tangan tanda hormat, maka secara kesatuan, ini akan jadi masalah buat dia.
Nah, sekarang, tanya, siapa kita, dan siapa juga Allah? Terlalu amat sangat jauuuuuuhhhhh hirarki kedudukannya. Lah, bagaimana mungkin kemudian kita membiarkan Allah menunggu kita, atau kita memberikan perintah tunggu kepada-Nya, untuk menunggu kita? Astaghfirullah.
Insya Allah orang bisa rada selamet soal shalat, ketika bisa berpikir begini, “Jangan sampe Allah menunggu saya. Kalo bisa, saya yang menyambut Allah. Sebab ga ada pantes-pantesnya. Masa Raja Diraja, Pemberi Karunia, yang dirindukan pertolongan-Nya dan bantuan-Nya, yang dinikmati rizki-Nya, lalu jadi yang menunggu saya? Emangnya, siapa saya?”.
***
Renungkan tiga esai ini dulu ya sebagai bahan kuliah hari ini. Kepada Allah kita berharap sejak ini TAUHID kita BUNYI. Maksudnya, ilmu tauhid kita itu nyata, berpengaruh ke kehidupan kita. Yakni manakala kita berusaha mengenal Allah di saat Allah datang saja dulu di waktu shalat.

Likulli syai-in baabun. Wa baabut taqorrub ilallaahi, ash-sholaah; segala sesuatu ada pintunya. Dan pintu supaya bisa mendekatkan diri kepada Allah itu adalah shalat.

Yusuf Mansur

January 19, 2009

Kuliah Wisata Hati Online - Tauhid 10 - Hidup Bersama Allah

Luangkan waktu bersama Allah. Semakin banyak waktu yang diluangkan bersama Allah, semakin bagus kualitas hidup kita. Apalagi bila kita mau menambah kualitas kedekatan itu dengan ilmu dan amal salih.

Alhamdulillah, Allah hadirkan bulan puasa dari 12 bulan yang Allah berikan. Di bulan puasa ini, boleh dibilang manusia terkoneksi terus sama Allah. Ketika dia puasa saja, paling tidak seseorang “nyambung” mulai dari sahur, sampe mau tidur. Gerakan batinnya, gerakan niatnya, gerakan fisiknya, terjaga dengan apa yang disebut puasa. Ketika kita tidur pun, pikiran kita setidak-tidaknya berpikir untuk jangan sampai tidak bangun sahur. Itu sebabnya kita kemudian bisa bangun sahur. Sebab kondisi kita “siap bangun”. Di bulan puasa, kita ingat mengaji. Di bulan puasa, shalat sunnah sayang terlewati. Di bulan puasa, baca al Qur’an disempet-sempetin. Di bulan puasa, para lelaki ngebela-belain shalat berjamaah. Para ibu, para istri, menyiapkan makanan berbuka dan sahur. Sedekah juga bertebaran di bulan ini. Subhaanallaah, sungguh bulannya amal salih. (Perkara seseorang kemudian mengisi puasanya atau tidak, itu perkara lain. Dengan berpuasa saja, lalu tetap mengambil amalan-amalan yang wajibnya saja, sebenernya itu sudah cukup mengantarkan seseorang menjadi terhubung sama Allah. Tentu saja, semakin banyak kita dalam beramal, akan semakin baik score-nya. Semakin bagus kita mengisi, semakin baik nilainya).
Andai seperti ini hidup kita di bulan-bulan berikutnya, masya Allah, alangkah bagusnya. Hidup bersama Allah. Rizki insya Allah kebuka.
Saya semalam menangis. Di 2 lokasi Pesantren Daarul Qur’an; di Kampung Bulak Santri dan di Kampung Ketapang (dua-duanya berjarak dekat, tidak berjauhan), berlangsung tarawih 1 juz 1 malam. Sebab saya menangis, ada beberapa hal. Di antaranya barangkali saya terlalu bahagia. Ga kebayang dalam hidup saya, bahwa saya dan kawan-kawan diamanahi berkah yang luar biasa; memimpin dan mengelola pesantren hafalan al Qur’an. Dan memasuki puasa, setiap malam berlangsung tarawih 1 juzan yang memang sudah lama saya idam-idamkan. Suara imam-imam saban malamnya, suara anak-anak santri, segala rupa amalan warga pesantren, masya Allah, sungguh ini membahagiakan sekali. Ditambah lagi saya yang alhamdulillah bulan ini banyak mengurangi jadual untuk berkonsentrasi di tengah-tengah para santri dan asaatidz. Wuah, ada kedamaian sendiri. Ada di tengah anak-anak dan para asaatidz pondok yang hatinya, pikirannya, gerakannya, adalah menuju Allah.
Saya betul-betul mengundang kawan-kawan jamaah semua untuk mengagendakan acara-acara keluarga, acara-acara kantor, dan pengajiannya untuk diselenggarakan di pesantren. Saya tidak menjanjikan apa-apa, kecuali mudah-mudahan berkah dari amalan harian pesantren bisa dibawa ketika berada di sana dan kemudian bisa dibawa pulang itu keberkahan. Suasana pesantren sering mendatangkan kedamaian. Di pesantren manapun ia, termasuk di Pesantren Daarul Qur’an.
Rasanya, kita emang perlu waktu khusus dan tempat-tempat khusus, plus lingkungan yang khusus, yang memang bisa membawa kita untuk bisa terpengaruh untuk bisa hidup bersama Allah.
Waba;du, Para Peserta KuliahOnline yang berbahagia, saya menemukan banyak manusia yang menyibukkan dirinya dengan urusannya. Bahkan ketika bermasalah pun tidak kunjung mendekatkan dirinya dengan Allah.
Kalau bisa, dalam keadaan bagaimanapun kita, mestinya kita sadar untuk memulai perjalanan mencari Allah. Bukan sekedar ditempuh. Tapi dikebut.
Kita kejar dosa kita, kita kejar kehidupan yang nyaman di kehidupan kedua nanti setelah kita meninggal. Apalah lagi buat kita-kita yang sadar bahwa kita-kita ini emang manusia-manusia yang masya Allah, dosanya gede banget-banget.
Kebiasaan-kebiasaan di bulan puasa, terus saja kita jalankan, baik di bulan puasa ini, maupun nanti setelah bulan puasa meninggalkan kita. Mulai dari bangun shalat shubuh lebih di awal. Supaya bisa shalat malam, witir, istighfar dan membaca al Qur’an menunggu waktu shubuh. Supaya bisa tertegak shalat sunnah tahajjud, witir dan baca al Qur’an.
Jalankan ini semua sampe ia menjadi kebiasaan buat kita. Menjadi habit buat kita.
Ini pula lah yang mau dikejar dalam Riyadhah 40 hari menjadi kaya. Bahwa selama 40 hari kita bungkus diri kita dengan apa yang dinamakan “taqorrub ilallaah”, mendekatkan diri kepada Allah.
Jalankan segala ibadah sampe kita sendiri larut dalam keasyikan menjalankan ini. Sesiapa yang menjalankan dengan hati, insya Allah -- sering saya bilang -- Allah akan berikan kenikmatan “lupa bahwa diri kita sedang bermasalah”. Ingat-ingat, mudah-mudahan Allah sudah men-take over masalah kita. Lupakan keinginan kita, kita berjalan saja menuju Allah. Sadar-sadar, perjalanan ikhtiar kita mencapai keinginan, tau-tau dah nyampe.
Bagi jamaah peserta kuliah, kita belajar meyakini, kalaulah sampe kita-kita ini bermasalah hidup di dunia ini, lalu masalah kita itu bisa mengantarkan kita menjadi mengingat Allah, ga apa-apa juga. Terlalu mahal tebusannya bila tiada dapat mengingat Allah, meskipun bergelimang harta dan bagus jabatan.
Boleh jadi di antara saudara yang melakukan ibadah-ibadah mengaku belum ada tanda-tanda masalahnya bisa selesai. Namun sesuatu yang pasti, ketenangan yang luar biasa, Allah akan berikan kepadanya. Ketika seseorang berhutang misalnya, bisa saja terjadi satu demi satu mereka yang ia punya hutang kepadanya, membaik dan menjadi kawan. Menagih tetap menagih. Insya Allah selalu ada saja kemudahan yang membuatnya masih terasa punya banyak waktu. Kita-kita ini harus yakin, pertolongan Allah bakal datang juga kepada kita.
Dan inilah yang semestinya kita kejar. Allah. Bukan solusi buat permasalahan kita dan bukan jawaban dari keinginan kita. Tujuan kita, kita kembalikan lagi. Yaitu Allah. Hanya DIA. Bukan yang lain.
Bila kita bisa MENGUBAH HALUAN HIDUP, maka lompatan besar sesungguhnya sudah terjadi. Yakni, Pemilik Segala Solusi, yaitu Allah, sudah ia dapatkan. Dan ini lebih mahal dari apapun di dunia ini.
Ya, ini juga perlu saya garis bawahi, bahwa ubahlah haluan hidup kita. Kalau kita mengejar solusi dan mengejar keinginan, kita akan letih dibuatnya. Kita kejarlah Allah. Insya Allah, Dia akan menyediakan jawaban-jawaban-Nya untuk kita.
Maka pesan saya buat diri saya dan buat semua Peserta KuliahOnline, luangkanlah waktu untuk bersama Allah. Sesering mungkin. Semakin kita meluangkan waktu untuk Allah, maka hal aneh yang akan terjadi, selain kita sendiri semakin punya banyak waktu untuk menikmati hidup ini, pun hidup kita akan sepi dengan sendirinya dari masalah-masalah yang memenjarakan kita punya hidup.
Kalau kita pikir-pikir ya, kurang apa kita coba? Kerja keras udah, kerja cerdas udah, tapi kenapa hidup kita jauh dari berkualitas? Jawabannya ternyata, tujuan hidup kita bukanlah Allah. Saya orang yang tidak percaya bahwa seseorang yang menapaki kesuksesan, lalu layak disebut sukses, apabila kehidupannya rapuh. Saya orang yang tidak mau memakai ukuran dunia. Dunia seringkali merenggut hidup kita. Jabatan direksi memang kita sandang, tapi tarohannya mahal sekali; keluarga, kesehatan kita, kesenangan kita, dan yang paling mahal dirampas adalah waktu untuk kebersamaan kita dengan Allah.
Kalau kita semua tidak segera mengubah haluan hidup kita, pastilah kita akan semakin jauh dari Allah subhaanahuu wata’aala.
Berikut ini tips untuk saya dan untuk kita semua:
  1. Biasakanlah untuk memulai pagi dengan shalat dhuha dan membaca al Qur’an. Sibuk, ya sibuk. Tapi kita harus bisa mengendalikan diri. Kesibukan ga ada habisnya. Sedari malam pun kita jejak, lalu kita masih korbankan pagi kita, dunia tidak akan pernah cukup buat kita. Kita boleh bilang bahwa keluarlah dari rumah sepagi mungkin. Namun saya akan menambahkan, tapi sempatkanlah diri kita untuk bisa shalat dhuha dan baca al Qur’an, barang seayat dua ayat.
  2. Waktunya shalat nanti, shalatlah. Tinggalkanlah semua urusan jual beli, urusan perniagaan, urusan pekerjaan, urusan dunia. Tinggalkan itu semua untuk segera shalat menghadap Allah. Dunia diurus ga ada habisnya. Shalat 5 waktu, harus lebih penting buat kita daripada yang lain. Inilah tauhid. Jangan bangga menjadi yang terdepan, tapi di urusan shalat menjadi yang paling belakang. Kalo bisa, kalau sedang dianugerahi usaha, pekerjaan, anak buah, perusahaan, atau karunia-karunia lain, jadilah motor penggerak bagi sekeliling untuk sama-sama shalat menghadap Allah. Yakinkah semuanya bahwa Allah itu lebih penting dari semua urusan dunia. Shalatlah tepat waktu. Bila shalat tidak tepat waktu, terlalu jauh kita memutar kemudi untuk kembali di tracknya. Contoh, kita sering ketinggalan shalat ashar di jam 5 sore. Berarti kan 2 jam telatnya? Katakanlah 5 shalat waktu dikali telat 2 jam, maka dalam sehari, kita telat 10 jam. Ibarat orang yang adu lari, maka kita akan kalah 10 jam. Dalam satu bulan, 300 jam. 300 jam itu lebih kurangnya 12-13 hari. Bisa dibayangkan betapa kalahnya kita mengejar dunia bila kita sering telat shalat dalam 12 bulan. Itu berarti ketinggalan kurang lebih 150 harian ngitung gampangnya. 150 harian itu sama dengan ketinggalan 4 bulanan. Lebih bahaya kalau kita sering telat shalat sejak akil baligh. Katakanlah umur kita saat ini 30 tahun, dan akil baligh dihitung dari umur 10 tahun, berarti kita akan kalah 40 bulan. 40 bulan itu 4 tahunan. Wajar saja kita mundur di dunia ini, sebab langkah kita, telat 4 tahunan. Belom lagi kalo dihitung meninggalkan shalat, meninggalkan puasa, meninggalkan berhaji hanya gara-gara tidak siap, atau ditambah lagi dengan dosa-dosa dan maksiat, wuah, barangkali konversiannya bisa 10-20 tahunan. Bayangkan, harusnya, kita susah tuh selama itu. Tapi karena Rahman Rahim Allah-lah, kita masih bisa tertawa, masih bisa tersenyum, masih bisa makan minum enak. Subhaanallaah, Maha Pengasih benar Allah, dan Maha Pemaaf.
  3. Bikin doyan diri dengan shalat sunnah qabliyah ba’diyah. Jangan mudah meninggalkan qabliyah ba’diyah. Kebanyakan atau keseringan meninggalkan qabliyah ba’diyah, akan menyebabkan kita menjadi orang-orang yang jauh rizki dan tidak bertambah rizki. Rizki kita mau bertambah, tapi shalat tiada mau bertambah.
  4. Menjelang tidur, berwudhulah, perbanyak zikir dan istighfar kepada Allah. Ingat-ingat dosa. Ibarat jalan, kita balik lagi kembali ke Allah dan mengembalikan semua urusan kepada Allah. Doa menjelang tidur kan begitu. Di antaranya Innii ufawwidhu amrii ilallaah; aku menyerahkan sepenuh-penuhnya segala urusan kepada Allah.
  5. Jangan lupa. Niatkan bangun malam, sebagaimana kita mengincar waktu sahur takut-takut kita kepayaha di siang harinya ketika kita berpuasa. Kita bangun malahlah, dengan satu kecemasan di hati dan pikiran kita bahwa kalau kita tidak bangun malam, maka hidup kita akan payah di siang harinya ketika kita bekerja dan berusaha. Dan di saat bangun malam inilah sesungguhnya titik 0 hidup kita dimulai. Bila langkah dalam hidup ini dimulai dari shalat shubuh jam 05.30, maka itu berarti kemunduran buat kita. Melenceng malah. Bedanya berapa jam tuh? Lihat penjelasan perihal hitung-hitungan kalau shalat kita telat, udah 4 tahunan. Kalau perjalanan kita dihitung dari jam 3 dinihari waktu tahajjud bagaimana? Maka ia menyumbang perjalanan kemunduran kita lebih kurang sebanyak 2 jam setengah dikali 30 hari dalam sebulan, dikali 12 bulan dalam setahun, dan dikali berapa umur akil baligh kita. Masya Allah, panjang bener garis hidup kita melencengnya! Ini belom dihitung bulak beloknya kita ketika kita hidup. Adakalanya kita menuruti hawa nafsu, adakalanya kita mengikuti syetan. Tambah panjang tuh. Saya sering mengilustrasikan begini. Ada seorang manajer yang hidupnya udah lempeng. Tapi kemudian dia tergoda memperkaya diri. Akhirnya, jabatan manajer yang 10 tahunan ia kejar, harus hilang. Kalau kemudian ia harus meniti karir lagi untuk sampai ke jenjangnya, berapa lama lagi? Ukuran normalnya ya 10 tahunan lagi. Dan biasanya perjalanan kedua akan lebih berat lagi, utamanya kalau tetap Allah tidak ridha.
  6. Kejar ketertinggalan dengan amal saleh. Cari jalan-jalan yang bisa kita kemudian tercatat sebagai orang-orang yang beramal saleh, berbuat kebaikan. Jadilah bahagian dari orang-orang yang ikut ngumpul bersama orang-orang yang senangnya beramal saleh. Kalau perlu, jadilah kepala lokomotif yang membawa gerbong kebaikan. Agar kekejar itu ketertinggalan selama hidup kita haluannya ga bener.
Ok, sampe ketemu lagi di esai berikutnya. Insya Allah kita akan belajar sedikit “meninggalkan dunia”, tapi tetap mendapatkannya. Bingung kan? Ya, besok saja jawabannya. Insya Allah.

Yusuf Mansur